Kamis, 04 Oktober 2012


sebuah cerita absurd dan aneh. ntah kenapa dan bagaimana aku bisa punya ide dan menulis seperti ini XD

Cintaku Berawal dan Berakhir di Jogya-Purworejo

                Kurenggangkan tubuh indahku *fitnah!* sampai bergemeletak layaknya ranting yang dipatahkan oleh seorang gigolo. Astaghfirullah salah, algojo maksudku! *digampar tante girang XD*. Setelah semua sendi berirama, "klek klek awawaw" *yang terakhir adalah suaraku kala menikmati sakitnya peregangan asal itu* aku keluar dari sarang terindah bagiku dan para tikus juga kecoak sahabatku. Dengan masih berdecak agar kerumunan sesuatu yang disebut iler tidak menambah daerah ekstratori mereka di sekitar bibir seksiku, kuseret kaki jenjang ala tukang becakku ke kamar mandi. Kubasuh wajah yang entah kenapa terasa begitu cantik di pagi hari *hoax!* dengan air bekas kobokan entah siapa di kamar mandi. Dan dengan segenap kesadaran yang belum 100% pulih, kupaksa mata indah bola kastiku membuka.

                Di cermin terpampang sesosok yang mirip dengan manusia. Matanya tampak sayu *nggak enak banget kata-katanya!*. Terlihat disana sisa-sisa air membasahi pipi chubby layaknya penderita anoreksia akut. Juga hidung yang masih kalah mancung dengan artis Rina Nose *yang di Sketsa Tawa global tipi, kalo nggak di The Biggest Show di MNC tipi, tau kan? Nggak tau? Nih gue kasih tipi LCD Samsyong*. Bibir setipis daging duren montong tampak menyunggingkan senyum yang menurut sosok itu manis, tapi bagi manusia normal terkesan miris dan mistis.

   "Det! Lama banget di dalem? Tidur atau ngepel kloset lu?" teriak Mba Tella, kakakku tercinta dari luar kamar mandi.

                Aku tersentak seolah mendengar teriakan kakakku kebakaran bulu hidung. Dengan tergesa aku cebar-cebur, lalu keluar. Mendapati Kak Tella dengan tampang kingkong PMS menatapku sebal. Aku awalnya hendak minta maaf karena kelamaan mengagumi rupaku di dalam kamar mandi sehingga membuatnya lama menanti *ceilah*, tapi saat menyaksikan dengan mata indah bola kastiku perbuatan Kak Tella, mulutku seakan kehilangan suara.

   Gadis 20 tahun itu bersender di dinding *wajar*. Tangan kirinya berkacak pinggang membawa handuk *masih normal*. Kaki kirinya ditekuk dan memancat dinding *tak ada yang salah*. Tapi apa yang dilakukan tangan kanannya, membuatku meringis ngeri. Telunjuknya tengah mengebor lubang nafasnya mencari harta tersembunyi didalamnya, matanya merem melek keenakan *hiyeks!*. Dan beberapa detik kemudian telunjuk yang ujungnya sudah teronggok kotoran kenyal itu melaju pasti ke mulut Kak Tella yang sedikit terbuka. Setelah memastikan sesuatu tak berbentuk itu mendarat di giginya, bibir tipis itu terkatup diteruskan gerakan mengunyah. Astaga demi kucing dan sapi yang nggak mungkin kawin, menjijikkan!

***

                Kuangkat pantat teposku saat bus berwarna biru dengan gambar kuda nungging dan perempuan mangap-mangap yang menghias badannya datang. Hari ini aku akan ke Purworejo, sebuah wilayah di Jawa Tengah. Aku menaiki bus jurusan Jogya-Purworejo di Terminal Giwangan --yang katanya terminal termegah se-Asia Tenggara. Kuedarkan pandangan mencari kursi yang sekiranya enak didudukin (belagu banget ya gue? *ditimpuk stir bus*). Aku pilih kursi dekat pintu masuk belakang bus.

                 Pelan namun pasti kududukkan pantat indahku. Kuperhatikan aktivitas di luar bus. Banyak penumpang berlalu-lalang disana *terminal gitu!*. Sekonyong-konyong, mata indah bola kastiku menangkap sebuah perbuatan ilegal! Bukan, bukan copet. Bukan pengutil, bukan pembuang sampah sembarangan, juga bukan tukang colek pantat wanita. Pelaku itu ingak-inguk beberapa saat, lalu merapat ke sebuah dinding pembatas. Bahkan menginjak rerumputan yang bergoyang dengan kejam. Tangannya sibuk uwak-uwek sesuatu di depan badannya. Lalu setelah sekiranya tujuannya terlaksana, orang itu celingukan lagi, kemudian kabur. Tau kan apa yang dia lakuin? Yap! Menempel poster sembarangan! Setelah kuamati, ternyata itu poster iklan sebuah showroom motor. Kenapa di pasang di terminal yang merupakan tujuannya orang hendak naik kendaraan umum?

                15 menit kemudian bus melaju keluar dari terminal. Kusenderkan kepalaku di jendela bus, membayangkan betapa melelahkan perjalanan ini. Demi menjenguk nenek, aku rela terguncang-guncang di kendaraan yang mulai penuh penumpang ini. Sebenarnya aku malas, tapi saat nenek memberiku peringatan saat menelepon beberapa hari yang lalu, mau tidak mau aku harus ke rumahnya.

                 "Kamu kui lho, Nduk, ndak kangen sama Uti apa? Besok kesini ya!" ujar nenek yang kupanggil Uti saat menelepon.

   "Males, Ti. Jauh!" jawabku.

   "Lha cuman 1.5 jam ngebis ta, Nduk? Pokoke besok minggu kudu kesini. Titik!"

   "Ogah!" kataku keukeuh.

   "Woo, nganti Utimu iki sedo sisuk senin, kecewa kamu, Nduk! (woo, sampai Uti kamu ini meninggal besok senin, kecewa kamu, Nduk)

                 Aku hanya menelan ludah mendengar ucapannya. Makanya sekarang aku tengah meringkuk terpaksa di kursi bus. Huh!

***

                Hidungku terusik sebuah aroma. Wanginya nyaman dan maskulin. Pelan kubuka mata indah bola kastiku yang tadinya terpejam riyam-riyam *bahasa mana ini? entah*. Tampak di sampingku seseorang tengah berdiri sedang menaruh barang di bagasi atas tempat duduk bus. Memakai kaos yang membentuk lekukan di dadanya *otot, woy!*.  Wangi yang kucium tadi sepertinya berasal dari tubuh lelaki ini. Tak lama, penumpang mempesona itu pun duduk di sampingku.

                Alamaakjan! Ganteng nian arek iki! Demi kucing dan kambing yang nggak mungkin kawin, perfect! Matanya indah dengan bola mata bukan bola pingpong. Hidungnya mancung seperti Pangeran William *dia mancung nggak sih?*.  Bibir seksinya yang kemudian tersenyum padaku, membuatku ingin mandi lagi dan menggosok wajahku biar kinclong dan putih seperti dia.

                "Mau kemana, Mba?" ujarnya merdu.

                Oh My! Tadi aku sarapan jengkol bakar dan nggak gosok gigi lagi. Mulutku kedut-kedut bingung, dilema tingkat ratu setan, antara menjawab atau hanya plengah-plengeh. Bukan apa-apa, takutnya dia pingsan terkena racun alami dari mulutku.

                "Pu-purworeje, Mas. Lha Masnya?" kataku akhirnya. Tenang, aku nggak buka mulut lebar-lebar, gigiku kukatupkan. Mungkin tampangku mirip gadis kebelet pup di bus.

                "Sama. Mau pulang kampung, atau gimana?" tanyanya lagi.

                Setelah yakin mulutku tidak berbahaya bagi makhluk Tuhan seperti dia, aku mulai santai mengobrol seru. Tenang, aku nggak membuka mulut dengan ekstrim, kok. Aku sadar gigiku yang ukurannya seperti butiran jagung bunting pasti tak enak dipandang.

Namanya Noe, walaupun dia nggak pake kupluk seperti vokalis Letto itu, tapi wajah gantengnya bisa dibandingkan. Hobinya sepak takraw. Oke, aku akui aku bahkan tidak tahu apa itu sepak rawraw atau apalah. Tapi sepertinya keren jika dia yang memainkan. Rumahnya Purworejo, dia dari Gunung Kidul menjenguk orangtuanya. Obrolan kami bertambah seru saat ternyata hobi kami sama, yaitu tidur *apa hubungannya?*

                Dan tak lama setelah dia membeberkan hobi kebanggaannya itu, tiba-tiba tlepik! Kepalanya terkulai di senderan kursi bus. Astaga gila, ini mah tukang molor tingkat raja setan! Batinku. Mungkin dia kelelahan. Jadi kumaklumi.

                Kupandangi wajah polosnya yang semulus pantat bayi. Alamaaakk, ruarr biassa ganteng!! Kagak nahan deh, Boo!! Kegiatan pengagumanku terhenti saat ada suara gaduh di depan sana. Tampak dua bocah penyanyi jalanan atau bahasa gaulnya pengamen siap-siap konser. Awalnya tak kugubris. Apalagi aku tak punya receh. Tapi saat kudengar potongan liriknya, membuatku terdiam menganga.

"Tak sawang-sawang bagus tenan
Rasane aku pengin kenalan
Kenalan ning bis-bisan
Wonge bagus nganggo klambi abang..
(Kulihat-lihat kamu tampan sekali
Rasanya aku ingin kenalan
Kenalan di dalam bis
Orangnya tampan memakai baju merah..)

                Keningku berkedut saat menyadari kaos pemuda ih waw disampingku ini merah. Mata indah bola kastiku jelalatan berputar-putar saat mendengar lirik lagu pengamen itu lainnya.

"Saiki aku nembe ngalami
Pacaran karo wong Wonosari
Baguse koyo Krisna Mukti
Esemane koyo si Morgan Oey..
(Sekarang aku baru mengalami
Pacaran dengan orang Wonosari
Tampannya seperti Krisna Mukti
Senyumannya seperti si Morgan Oey..)

                 Nafasku kembang kempis bersamaan dengan senyumku yang merekah membelah. Entah setan sinting dari mana yang merasuki otak pas-pasanku. Yang jelas aku tengah membayangkan adegan sarap!

                 Deburan ombak Pantai Kukup menggema syahdu. Pasir putih terhampar menentramkan mata yang memandang. Disitu tampak sepasang manusia yang sedang bercengkerama mesra. Gadis yang memakai selendang ala mbok-mbok jamu itu berlarian diantara deburan ombak. Dibelakangnya mengejar seorang pemuda yang berteriak tak kalah manja.

                "Deet, Deta sayang, tungguu.." teriak pemuda itu.

                "Mas Noe.. Kejar Deta sampai kena, haha.." ujar si gadis

*PERINGATAN: sebelum anda muntah membayangkan, akhiri saja membaca cerita ini!*

                "Awas ya, Mas tangkap lho.."

                "Aa... Mas Noe!! Lepasin!!" ujar gadis itu meronta dipelukan sang pemuda. Suaranya memang meronta, tapi nadanya bahagia!

                Kedua sejoli itu saling menatap. Kedua bola mata mereka saling melihat. Si gadis sudah tidak sok suci meronta lagi.

                "Deta.." panggil pemuda itu masih memandangi wajah sang gadis.

                "Mas Noe.."

                "Deta.."

                Kedua wajah itu semakin saling mendekat. Bumi gonjang-ganjing langit kelap kelip berhias lampu di kota. Daaan..

                "Mbak, receh dong, kan udah nikmatin lagu saya," ujar seseorang.

                Anjir! Kubuka mataku, mendapati sang pengamen menyodorkan kantong permen sebagai wadah sumbangannya.

                "Apa lho? Nikmati apaan!" kataku acuh.

                "Saya tau, Mbak. Dari tadi merem-merem, senyum-senyum sampai monyongin bibir pas dengerin lagu saya," balas pemuda berambut ijuk disetrika itu.

                Skak! Gue mat! Dengan berat hati kurelakan uang bergambar om-om berkumis klimis menyilangkan pedang milikku.

***

                Setelah bocah tengil tadi berlalu,  kembali kutolehkan wajahku ke samping, tempat pemuda yang membuatku gila hampir sejam ini. Astaga maaak! Dia sedang tidur. Terus apa masalahnya? Masalahnya, dia tidurnya mangap! Baca, MANGAP! Nggak keren banget kan? Mana bersuara lagi. Pemandangan nggak banget!

                Kulemparkan pandanganku keluar jendela bus. Sudah memasuki wilayah Jawa Tengah ternyata. Berarti tak lama lagi terminal Purworejo akan kupijak. Itu artinya aku harus berpisah dengan pemuda menawan ini *lupakan soal mangap tadi!*

                Lagi-lagi aku menoleh ke samping, seakan takut pemuda ini akan lenyap tiba-tiba. Tapi mungkin ini kesalahan terbesarku, karena sekarang aku tengah ternganga takjub. Mas Noe masih tidur, masih mangap juga. Tapi kali ini suaranya sungguh mengenaskan.

                "Krrhh.. Blupuk blupuk.. Krrhh.."

                Nggak paham? Jadi dia mendengkur, tapi berhubung mangap jadi liurnya meletup-letup di mulutnya. Benar-benar bukan tampang yang keren! Apalagi tak berapa lama, mulut mangapnya tak kuasa menampung luapan enzim ptialin pemuda macho itu. Melelerlah cairan kental bening di sudut bibirnya.

                Aku hanya menatapnya bingung. Ingin membangunkan tapi takutnya dia kaget, kata ibuku kalau orang kaget bangunnya bisa jadi gila *absurd(?)*. Jadi aku hanya memandanginya kikuk. Layaknya seorang bocah melihat badut berambut lurus.

                "Terminal Purworejo persiapan!" teriak kondektur di depan sana.

                Tampaknya Mas Noe kaget, terbukti dia tengah geragapan. Apalagi sadar dia ngiler! Buru-buru dilapnya bibirnya dengan tangan *hieks!*

                Setelah bus memasuki terminal, aku berdiri dari dudukku. Lalu bersiap keluar dari deretan kursi, menyusul Mas Noe yang sudah duluan. Pikiranku makin kacau membayangkan akan berpisah dengan pemuda di depanku.

                Tiba-tiba bus mengerem mendadak, aku oleng. Tapi dengan sigap Mas Noe menahan tubuh seseksi Asri Welasku agar tidak jatuh. Aku hanya tersenyum kikuk. Kikuk karena aku kini dipeluknya. Juga kikuk saat sadar tangan yang menahanku ini bekas iler!

                "Dijemput, Mba?" tanyanya.

                "Iya. Masnya?"

                "Sama. Tuh, anak-anak yang dideket tempat sampah *nggak ada tempat nunggu lain kah?*," tunjuknya.

                Tampak beberapa ekor anak kecil berjingkrak saat aku dan Mas Noe turun dari bus. Makhluk-makhluk ingusan itu berebut salaman dengan Mas Noe. Aih, kakak yang baik. Kelak akan jadi ayah yang hebat untuk anak-anakku *ngaco!*

                "Mana ibu?" tanya Mas Noe pada anak-anak itu.

                "Mas?" panggil seseorang dibelakang kami.

                Sepertinya suara ini tidak asing? Kubalikkan badanku secara slow motion. Aku terkejut.

                "Sri? Sriyati Semilikiti Welah-Weleh?" ujarku memastikan apakah wanita di depanku adalah temanku.

                "Det-codet odet-odeta?" tanyanya juga kaget.

  Kami tertawa bersama saat memanggil dengan nama julukan masing-masing.

                 "Lama ndak ketemu ya, Det? Oh iya, kenalin. Mas Jumino," kata Sri.

                Hekk?? Jumino? Noe? Whatever yang penting cakep! "Masmu? Kok nggak bilang-bilang punya Mas ganteng?" tanyaku berbisik.

                "Bojoku, Cah! (suamiku, Cah!) Wu!" ujarnya sambil tertawa.

                Aku lagi-lagi ternganga. Jadi Mas Jumino ini suaminya Sriyati?? Apakah takdir jika kami suka pada orang yang sama? Dulu saat SD kami rebutan tukang siomay yang ganteng abis.

                "Jadi tuyul-tuyul itu, kamu yang ngebrojolin?" tanyaku sambil menunjuk 4 ekor anak kecil menggelendot Mas Noe Jumino.

                Sri hanya tersenyum mengangguk. Lalu kami berpisah. Berpisah dengan Mas Noe Jumino. Aku tertawa sendiri mengingat semua yang terjadi di bus tadi. Kemudian melangkah menuju warung makan sebelum telepon Om ku minta dijemput.

"Wo o kamu ketahuan
Pacaran lagi dengan dirinya teman baikku
Wo o tapi tak mengapa
Aku tak heran karena dirimu cinta sesaatku"

                Suara cempreng pengamen di sampingku cukup membuatku terusik. Apalagi lagunya. Lalu aku cepat-cepat beranjak saat HPku berdering. Aku mengorek-orek tasku mencari ponselku.

Brukk!

                Aku menabrak seseorang. Oh My! Gantengnyaaa!! Apakah ada kisah Terminal Purworejo, I'm in love setelah ini?


Wates, 25 Februari 2012
Nazha Neiko

1 komentar: